Selayang Pandang Pendirian STAI Daarul Ihsaan

Pendiri / Pembina STAI Inovatif Daarul Ihsaan

Untuk mengetahui sejarah berdirinya STAI Inovatif Daarul Ihsaan secara detail dan komprehensif baik motif, spirit, dan idealismenya tentu tidak bisa lepas dari sejarah hidup inisiator, pendiri dan pembinanya yaitu Dr. KH. Saefudin Abdul Fattah, S.Pd.l, M.I.Kom, atau dikenal oleh jemaah dan santri-santrinya sebagai Ajengan Aef Cimahi.

Seorang ulama muda yang bermukim di Kota Cimahi dimana saat ini beliau selain pembina STAI, Pimpinan Pesantren Daarul Ihsaan pusat dan cabang-cabangnya juga ketua Forum Pondok Pesantren se-Kota Cimahi dan juga Pengurus MUI Kota Cimahi.

Beliau terlahir di pelosok kampung di Sumedang sebagai bungsu dari 5 orang bersaudara dengan keadaan orang tua yang sudah berpisah.

Dibesarkan hanya oleh seorang ibu single parent yang pontang panting menafkahi ke lima anaknya dari mulai bertani, berdagang sampai jadi khodimat di kota.

Karena kemiskinannya, anak cerdas yang selama enam tahun di SD-nya selalu rangking satu itu, putus sekolah!

Berurai air mata ia melihat teman-temannya yang saat di SD-nya sering dibantu mengerjakan PR, bahkan pada nyontek kepadanya, mereka masuk ke SMP sedang ia hanya membatin dan sabar menerima nasib dengan membantu ibunya jualan gorengan keliling.

Akhirnya, taqdir Allah membawanya masuk pesantren.

Dengan keterbatasan bekal ia seperti balas dendam karena tidak bisa melanjutkan sekolah, di pesantrennya ia belajar mati-matian dengan menghafal siang malam.

Menghafal Al-Qur’an, menghafal hadits, menghafal qaidah-qaidah fiqhiyah, menghafal kitab jurumiyah, yaqulu, Imriti dan yang membuat tertantang ia menghafal kitab nahwu legendaris pesantren 1000 bait alfiyah!

Dan jedaaaar!

Syarafnya kena! Sakit! Lumpuh tiga bulan!

Rupanya otak diporsir bekal kurang, makan tidak pernah bergizi karena hanya dengan gepuk (gep kurupuk) bahkan pernah tiga hari shaum ayamul bidh dengan sahur dan berbukanya hanya seteguk air.

Ketika tiga bulan badannya lumpuh.

Di suatu malam Jum’at ia bermimpi dihampiri seorang berjubah putih membangunkan ia dan berkata dengan tiga kalimat:

Hudang!
Ulah eleh!
Udag deui cita-cita!

(Bangun! Jangan kalah! Kejar lagi cita-cita!)

Dan ia terbangun seolah kesetrum aliran listrik dengan mimpi itu.

Dengan menangis ia sangat emosional bersumpah 3 hal:

  1. Yaa Allah, jika saya masih diberi kesempatan hidup saya akan berjuang untuk sekolah setinggi-tingginya!
  2. Ya Allah, jika saya sudah punya ilmu. Saya berjanji untuk membuat sekolah dan Pesantren gratis bagi orang-orang seperti saya!
  3. Dan Ya Allah, jika Engkau masih memberi saya hidup izinkan saya kaya dan saya berjanji membawa ibuku ke tanah suci.

Sesudah kejadian itu seolah punya energi baru, punya semangat sembuh dan semangat untuk berjuang kembali.

Ia akhirnya sembuh dan kembali ke pesantren untuk merealisasikan janji-janjinya dengan emosional dan sentimentil.

Belasan Pesantren disambangi. Diraupnya segala ilmu dan hikmah.

Cita-cita untuk bisa sekolah setinggi-tingginya mulai difikirkan.

Persamaan paket jadi pilihan. Walau saat itu program paket masih langka. Akhirnya ijazah SMP didapat dari Pesantren Al-Muttaqin Subang. SMA di dapat dari Pesantren As-Sholihin Bogor.

Akhirnya Alhamdulillah sesudah S1, S2 dilalui sekarang sudah berhasil meraih gelar doktor manajemen pendidikan.

Sumpah kedua pun, sedikit demi sedikit sudah nampak terealisasi.

Pesantren Daarul Ihsan yang dirintisnya dari sebuah pengajian iqro anak-anak TK dan SD di sebuah rumah kontrakan.

Akhirnya sekarang sudah dikenal banyak orang, ada sekolah-sekolah formalnya mulai RA, MI, MTs, MA dan STAI Inovatifnya, dengan jumlah santri sudah melampaui 1000 orang, dan mulai membuka cabang-cabangnya.

Daarul Ihsaan Sekarang diburu kalangan yatim dhuafa dan dikejar oleh kalangan umum karena output santri-santrinya yang menorehkan berbagai prestasi.

Walau tetap idealismenya tidak pernah luntur; UTAMAKAN SANTRI-SANTRI YATIM DHUAFA!

YANG UMUM HANYA UNTUK MEMBANTU MENSUBSIDI YATIM DHUAFA SAJA!

Sumpah terakhirnya pun telah terlaksana. Memberangkatkan ibunya ke tanah suci!

Ditemani istrinya, beliau dengan sangat khusyu membimbing ibundanya terkasih yang sudah sepuh dan diuji stroke.

Sungguh saat itu para jemaahnya ikut terharu saat menyaksikan peristiwa mengharu biru ketika sang anak itu mendorong kursi roda ibunya berthawaf mengelilingi baitullah dengan bercucuran air mata yang jatuh membasahi kain ihram ibunya dan sekali kali sambil menciumi pundak ibu yang sangat dicintainya.

Saat memutari Ka’bah itu seolah-olah roda waktu memutar ulang kenangan-kenangan beliau di masa lalu yang penuh pahit getir dalam perjuangan hidup bersama ibunya.

Kini…

Hari ini, ketika hampir semua mimpi-mimpinya terealisasi

Beliau banyak termenung haru saat mengenang suka duka, pahit manis, asam garam perjuangan yang telah dilaluinya.

Kepada Tim penyusunan sejarah STAI Inovatif Daarul Ihsaan beliau menuturkan,

Bahwa beliau dengan istrinya datang ke Cimahi dengan ngontrak di bedeng sederhana 300 ribu perbulan. Dengan berprofesi jadi guru bahasa Sunda di SDIT beliau menghidupi keluarganya.

Malamnya ngisi-ngisi kajian halaqah di kampus dan di kontrakan-kontrakan mahasiswa.

Sekali-kali mulai ceramah dijemaah umum, siangnya ngajar bahasa Sunda di SDIT, sorenya ngajar TPA di sekitar kontrakan.

Penghasilan serba kurang, kadang beliau dan istrinya harus makan sepiring berdua dengan lauk satu telur ceplok, makan sepiring berdua itu bukan dalam artian romantis tapi benar-benar karena ngirit.

Motornya Supra fit, jadul, sering mogok. Bahkan suatu ketika di tegalega istrinya pernah bantu dorong untuk menghidupkan kembali mesin motornya.

Padahal istrinya ketika itu sedang hamil besar anak pertama.

Tim penelusuran dan penyusunan sejarah STAI Inovatif Daarul Ihsaan, juga mewawancarai istri Pak Ajengan yaitu Ibu Lia Herawati yang akrab kami panggil Ummi Ajengan, dimana beliau sangat bersyukur kepada Allah karena Alhamdulillah walau perjalanan perjodohannya begitu singkat hanya lewat media selembar biodata dengan proses cepat ummi dan Pak Ajengan nikah tanpa saling mengenal dulu sebelumnya.

Jujur kata beliau ada rasa khawatir laki-laki asing ini tidak sesuai kriteria suami idamannya. Tapi alhamdulillah ternyata Allah anugerahi suami yaitu Pak Ajengan yang menurutnya sangat ideal;

Dimana beliau laki-laki Sholeh yang selalu memilih jalan hidup sederhana walau untuk saat ini bisa saja kalau mau untuk hidup berlebih.

Orangnya cerdas, bijak, baik hati, santun dan lembut hatinya. beliau Cepat terharu.

Orangnya tidak mau ada kejelekan dengan siapapun hal apapun, selalu mengalah dalam hal-hal pribadi.

Beliau jarang bicara, sering termenung, kalau marah, marahnya diam, dan teristimewa beliau kutu buku dan kitab.

Tapi di balik kelembutannya beliau orangnya tipikal pejuang setiap yang dicita-citakan akan diperjuangkan habis-habisan, termasuk obsesinya untuk membangun sekolah tinggi yang berkualitas yaitu STAI Inovatif Daarul Ihsaan.

Beliau sampai sering jatuh sakit saking beratnya beban perjuangan.

24 jam yang difikirkan Pesantren dan dakwahnya. Kadang Ummi Ajengan sebagai istrinya dan anak anak harus sering mengalah dengan agenda perjuangan dakwah pendidikannya beliau.

Selanjutnya Ummi memohon doanya supaya supaya suaminya yaitu Pak Ajengan panjang umur, sehat dan selalu Istiqomah dalam dakwah. Karena cita-citanya masih banyak;

Pertama, beliau ingin membangun Pesantren yang bercabang-cabang plus sekolah-sekolah Inovatif Daarul Ihsaannya di berbagai pelosok Nusantara.

Kedua, beliau ingin membangun perusahaan islami yang besar dan menggurita untuk kepentingan menyokong dana subsidi untuk dakwah Islam pendidikan islamnya.

Ketiga, ingin membangun lembaga sosial dan Baitul maal yang fungsinya seperti zaman Rasulullah benar untuk mengcover kepentingan sosial umat Islam.

Keempat, beliau ingin membangun Perguruan tinggi yang berkualitas tapi terjangkau oleh berbagai kalangan khususnya kalangan yatim dhuafa.

Maka cita-cita terakhirnya itulah yang jadi motif dan idealisme Pak Ajengan dan Tim STAI Inovatif Daarul lhsaan untuk bahu membahu berjuang merealisasikan tujuan mulia diatas.

Diawali pada tanggal 13 April 2024 saat Pak Ajengan mengajak teman kuliah doktoralnya yaitu Ibu Doktor Rini Susilowati yang diketahui berpengalaman dan berkompeten di bidang administrasi perguruan tinggi.

Alhamdulillah gayung bersambut Bu Doktor Rini siap berjuang untuk mendidik perguruan tinggi yang berkualitas yang punya ghiroh keislaman, kepesantrenan dan keberpihakan pada kalangan tidak mampu.

Alhamdulillah sesudah melalui berbagai tahapan, seperti membangun tim perintis, membangun gedung, melengkapi sarana parasarana, membangun tim administrasi izin operasional, kerjasama dengan Lazis pesantren yaitu Dai Berbagi dan tahapan-tahapan lainnya, akhirnya alhamdulillah tanggal 3 Juli 2025 kabar gembira datang, KMA (Keputusan Menteri Agama) atas pendirian STAI Inovatif Daarul lhsaan terbit.

Demikian selayang pandang sejarah berdirinya STAI Inovatif Daarul Ihsaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *